Senin, 23 Desember 2013

Kumpulan Mahfuzhot/kata mutiara

Aku Waktu di Cibuaya-Bandung

Bermusafirlah! Niscaya kau mendapatkan pengganti orang yang kau tinggalkan.
dan bersusah payahlah, karena kenikmatan hidup itu terletak pada kesusah payahan.
aku melihat air jika diam saja maka ia membusuk
dan aku lihat air yang mengalir menjadi jernih
seekor singa tidak akan mendapatkan mangsanya kalau tidak keluar dari sarangnya
dan burung tidak akan makan jika tak terbang ke 8 penjuru
ilmu itu cahaya, kebodohan adalah kebahayaan.
ilmu tanpa amal bagai pohon tanpa buah.
ilmu itu di dada bukan di tulisan
belajar di waktu kecil bagai mengukir diatas batu
belajar di waktu besar bagai mengukir diatas air
belajarlah, karena tiada orang terlahir pintar
dan tiadalah orang berilmu sama dengan orang bodoh
orang alim itu besar walaupun masih kecil
orang bodoh itu kecil walaupun sudah besar
Engkau berambisi untuk mencapai sukses tapi enggan berjuang,
tiada perahu berjalan di tanah gersang
Barangsiapa zhalim maka dizhalimi
Barang siapa sabar maka akan menang
barangsiapa belajar maka ia akan maju
barangsiapa bersungguh-sungguh maka ia akan dapat.
bencana ilmu itu lupa
bencana bicara itu berbohong
sabar itu kunci kesuksesan
berjuanglah, dan jangan malas, jangan lalai. karena penyesalan di akhir waktu itu bagi orang-orang yang malas.
Amal itu yang bermanfaat.
Janji itu Hutang
Diam itu hikmah
Rawadhu' itu baik
Saling tolong menolong itu terpuji
Qana'ah itu perbendaharaan.
Taat itu wajib
Sabar itu keberanian.
Bersih itu sehat
Persatuan adalah kekuatan
Sifat amanah itu keutamaan.
Kasih sayang itu terpuji
Bodoh itu kegelapan
Bohong itu kelemahan
Idiot itu tercela
Malas itu berbahaya.
Bodoh itu sial
Pelit itu jahat.
Rakus itu kecelakaan
Penakut itu hina
Mubadzir itu memfakirkan
Dendam itu tercela
Hasud itu kesalahan
Khianat itu jelek
Barang siapa menanam pasti menanen
Barang siapa bersungguh-sungguh maka sukses.
Barangsiapa menyia-nyiakan maka ia menyesal.
Barangsiapa diam maka ia selamat
Barangsiapa berjalan maka akan sampai
Barangsiapa berlambat-lambat maka lemah.
Barangsiapa bercita-cita maka bekerja
Orang yang mencintaimu ialah orang yang menasehatimu
Barangsiapa yang eksis maka sukses
Mukmin itu saudara orang mukmin
Manusia itu asal segalanya
Kekayaan itu adalah kaya hati.
Ilmu itu kehidupan Islam
Agunglah orang yang qana'ah, hinalah orang yang tamak
Ilmu adalah taman dan kuncinya ialah bertanya
Muthala'ah itu obat boring
Penyantun itu Rajanya akhlak
Takutlah kamu kepada teman yang jelek (akhlaknya)
Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jelek kepadamu
Bencana itu diwakilkan oleh perkataan
orang itu musuh apa yang tidak ia tahu
bercanda itu mewariskan dendam
sabar itu kunci kesuksesan
tamak itu menghilangkan apa yang telah dikumpulkan
kecelakaan itu bagi orang yang tahu sesuatu dari kebodohannya
celaka bagi orang hasud dari hasudnya
sebaik-baik keluargamu ialah orang yang mencukupimu
barangsiapa yang banyak ihsannya maka banyak saudaranya
orang yang sangat rakusnya maka sangat hasudnya
bencana moral itu ingkar janji
bencana ngomong itu bohong
seburuk-buruk perkataan ialah bohong dan sebaik-baik perkara ialah adab
bakhil itu aib yang terbuka
dermawan itu penutup yang baik
kebaikan itu menjadi sebab cinta, dan kebaikhilan itu tidak disuka
kemurnian akhlak berasal dari kemuliaan hati
bohong dan mengadu domba serta khianat adalah sejelek-jelek kebiasaan
perlahan-lahanlah dalam segala perkara, niscaya tak terkena keburukan
janganlah banyak mencela niscaya kau dijauhi saudara
banyak mencela mengundang kejauhan
jika kau membubarkan suatu majlis para pembesar, maka carilah keridhaan mereka, dan jadilah anak yang taat.
setiap kesungguhan ada bagian (hasil)
terkenal karena kesungguhan, tertutup karena kemalasan.
maka bersusah payahlah niscaya dalam waktu dekat kau dapatkan ujung cita-citamu.
dengan kadar kelelahanlah kau memperoleh ketinggian. siapa yang mencari keluhuran derajat, hendaklah menghidupkan malam-malamnya.
adab seseorang lebih baik dari nasabnya.
wahai yang sombong karena bodoh dengan keturunan. pastilah manusia karena ibu dan bapak.
kebanggaan yang benar itu karena akal yang kuat, serta dengan akhlak yang baik dan adab.
sabarlah sebentar. dan jadilah dihadapan Allah orang yang terpelihara.
janganlah buru-buru. karena kelemahan itu pada tergesa-gesa.
sabar itu laksana buah pahit, pahit diawalnya, tapi diakhirnnya lebih manis daripada madu.
persatuan itu mempertemukan kekuatan.
dan kekuatan menjamin kemenangan.
hidupnya pemuda dengan akalnya dihadapan manusia, ia atas akalnya berjalan ilmu dan kehidupannya.
celanya pemuda dihadapan manusia yaitu karena sedikit akalnya walaupun ia tergolong mulia keturunannya dan nenek moyangnya.
apabila Allah yang Maha Rahman menyempurnakan akal seseorang, maka sempurna akalnya dan tujuan hidupnya.
berinfaqlah sekadar kemampuanmu, jangan boros, hiduplah sederhana.
barang siapa sederhana dalam hidup maka tidak akan menjadi fakir di hadapan manusia.
jangan katakan iya, bila engkau tak ingin menepati janji, sebaik-baik perkataan ialah iya setelah tidak, dan sejelek jelek perkataan ialah tidak setelah iya.
sesungguhnya tidak setelah iya itu keji. maka mulailah dengan tidak jika kau takut menyesal.
jika kau berkata iya, bersabarlah untuk menepatinya.karena ingkar itu tercela.
sesungguhnya qana'ah itu adalah perbendaharaan yang tak akan habis.
selamatkanlah manusia maka kau selamat.




Sorry gans, nanti dilanjut ya tulisannya. ini yang saya hafal saja. insha Allah nanti saya terjemahkan kitab mahfuzhot di sini. biaunillah.

Jumat, 20 Desember 2013

Syair-Syair Jiwa dan Hati

 

    Tidakkah kau tahu setiap kali kutemui Zainab. Selalu kucium semerbak wanginya.
ü      Kutanamkan di dalamnya mutiara, hingga tiba saatnya ia dapat menyinari tanpa mentari dan berjalan di malam hari tanpa rembulan, karena kedua matanya ibarat sihir dan keningnya laksana pedang buatan India. Milik Allah-lah setiap bulu mata, leher dan kulit yang indah mempesona.
ü      Kuingat Engkau saat alam begitu gelap gulita, dan wajah zaman berlumuran debu hitam. Kusebut nama-Mu dengan lantang di saat fajar menjelang, dan fajar pun merekah seraya menebar senyuman indah.
ü      Betapapun kulukiskan keagungan-Mu dengan deretan huruf, kekudusan-Mu tetap meliputi semua arwah. Engkau tetap Yang Maha Agung, sedang semua makna, akan lebur, mencair, di tengah keagungan-Mu, wahai Rabb-ku.
ü      Wajah nan berseri tanda suka memberi, dan tentu bersuka cita saat dipinta. Kau melihatnya senantiasa gembira saat kau datang, seolah engkau memberinya apa yang engkau minta padanya.
ü      Demi jiwaku yang bapakku menebusnya untukku, ia laksana pagi yang diharapkan dan bintang yang dinantikan. Canda kadang menjadi serius, namun hidup tanpa canda jadi kering kerontang.
ü      Wajah mereka cemberut karena sombong, seolah mereka dilempar dengan paksa ke neraka. Tidak seperti kaum, yang bila kau jumpai bak bintang gemintang yang jadi petunjuk bagi pejalan malam.
ü      Orang berkata, “Langit selalu berduka dan mendung.” Tapi aku berkata, “Tersenyumlah, cukuplah duka cita di langit sana.” Orang berkata, “Masa muda telah berlalu dariku.” Tapi aku berkata, “Tersenyumlah, bersedih menyesali masa muda tak kan pernah mengembalikannya.” Orang berkata, “Langitku yang ada di dalam jiwa telah membuatku merana dan berduka. Janji-janji telah mengkhianatiku ketika kalbu telah menguasainya. Bagaimana mungkin jiwaku sanggup mengembangkan senyum manisnya.” Maka aku pun berkata, “Tersenyum dan berdendanglah, kala kau membandingkan semua umurmu kan habis untuk merasakan sakitnya.” Orang berkata, “Perdagangan selalu penuh intrik dan penipuan, ia laksana musafir yang akan mati karena terserang rasa haus.” Tapi aku berkata, “Tetaplah tersenyum, karena engkau akan mendapatkan penangkal dahagamu. Cukuplah engkau tersenyum, karena mungkin hausmu akan sembuh dengan sendirinya. Maka mengapa kau harus bersedih dengan dosa dan kesusahan orang lain, apalagi sampai engkau seolah-olah yang melakukan dosa dan kesalahan itu?” Orang berkata, “Sekian hari raya telah tampak tanda-tandanya seakan memerintahkanku membeli pakaian dan boneka-boneka. Sedangkan aku punya kewajiban bagi taman-taman dan saudara, namun telapak tanganku tak memegang walau hanya satu dirham adanya.” Ku berkata, “Tersenyumlah, cukuplah bagi dirimu karena Anda masih hidup, dan engkau tidak kehilangan saudara-saudara dan kerabat yang kau cintai.” Orang berkata, “Malam memberiku minuman ‘alqamah. Tersenyumlah, walaupun kau makan buah ‘alqamah. Mungkin saja orang lain yang melihatmu berdendang akan membuang semua kesedihan. Berdendanglah! Apa kau kira dengan cemberut akan memperoleh dirham atau kau merugi karena menampakkan wajah berseri? Saudaraku, tak membahayakan bibirmu jika engkau mencium. Juga tak membahayakan jika wajahmu tampak indah berseri. Tertawalah, sebab meteor-meteor langit juga tertawa, mendung tertawa, karenanya kami mencintai bintang-bintang.” Orang berkata, “Wajah berseri tidak membuat dunia bahagia yang datang ke dunia dan pergi dengan gumpalan amarah.” Ku katakan, “Tersenyumlah, selama antara kau dan kematian ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak akan pernah tersenyum.”
ü      Wanita yang mengunjungiku seperti memendam malu, ia hanya mengunjungiku di gelapnya malam.
ü      Engkau matahari, dan raja-raja yang lain bintang-bintang tatkala engkau terbit ke permukaan, bintang-bintang itu pun lenyap tenggelam.
ü      Tidakkah kau lihat aku menjual kesesatan dengan hidayah, dan aku menjadi seorang pasukan Ibnu Affan yang berperang. Alangkah indahnya aku, tatkala aku biarkan anak-anakku taat dengan mengorbankan kebun dan semua harta-hartaku. Wahai kedua sahabat perjalananku, kematian semakin dekat, berhentilah di tempat tinggi sebab aku akan tinggal malam ini. Tinggallah bersamaku malam ini atau setidaknya malam ini jangan kau buat lari ia, telah jelas yang akan menimpa. Goreslah tempat tidurku dengan ujung gerigi dan kembalikan ke depan mataku kelebihan selendangku. Jangan kau iri, semoga Allah memberkahi kau berdua dari tanah yang demikian lebar, semoga semakin luas untukku.
ü      Dengan cela orang yand sedang kasmaran, hingga belitan keras deritamu berada dalam derita dirinya.
ü      Malam-malamku untuk merajut ilmu yang bisa dipetik, menjauhi wanita elok dan harumnya leher. Aku mondar-mandir untuk menyelesaikan masalah sulit, lebih menggoda dan manis dari berkepit betis nan panjang. Bunyi penaku yang menari diatas kertas-kertas, lebih manis daripada berada di belaian wanita dan kekasih. Bagiku lebih indah melemparkan pasir ke atas kertas, daripada gadis-gadis yang menabuh dentum rebana. Hai orang yang berusaha mencapai kedudukanku lewat angannya, sungguh jauh jarak antara orang yang diam dan yang lain, naik. Apa aku yang tidak tidur selama dua purnama dan engkau tidur nyenyak, setelah itu engkau ingin menyamai derajatku.
ü      Kala seorang jelata dalam kesengsaraannya, ringan baginya untuk mendaki gundukan lumpur.
ü      Adakah kita generasi yang sama saja dengan moyangnya? Penghuni negeri yang hanya melihat gagak sepanjang hidupnya, hingga kita selalu meratapi dunia, sedang di dunia tak ada sekumpulan manusia yang tak pernah berpisah. Betapa nasib para durjana, kaisar-kaisar penguasa, dan penimbun harta, adakah harta dan jabatan mereka kekal dan masih ada di tangan mereka? Barang siapa merasa terhimpit oleh langit kehidupannya, dia akan terus merasa sesak sampai masuk ke dalam liang kuburnya, seakan mereka tuli saat diseru, dan tak pernah tahu bahwa menasehati mereka itu boleh, boleh sekali.
ü      Hukum kematian manusia masih terus berlaku, karena dunia juga bukan tempat yang kekal abadi. Adakalanya seorang manusia menjadi penyampai berita, dan esok hari tiba-tiba menjagi bagian dari suatu berita, ia dicipta sebagai makhluk yang senantiasa galau nan gelisah, sedang engkau mengharap selalu damai dan tentram. Wahai orang yang ingin selalu melawan tabiat, engkau mengharap percikan api dari genangan air. Kala engkau berharap yang mustahil terwujud, engkau telah membangun harapan dibibir jurang yang curam. Kehidupan adalah tidur panjang, dan kematian adalah kehidupan, maka manusia diantara keduanya; dalam alam impian dan khayalan. Maka, selesaikan segala tugas dengan segera, niscaya umur-umurmu, akan terlipat menjadi lembaran-lembaran sejarah yang akan ditanyakan. Sigaplah dalam berbuat baik laksana kuda yang masih muda, kuasailah waktu, karena ia dapat menjadi sumber petaka. Dan zaman tak akan pernah betah menemani Anda, karena ia akan selalu lari meninggalkan Anda sebagai musuh yang menakutkan dan karena zaman memang dicipta sebagai musuh orang-orang bertakwa.
ü      Mungkin saja seseorang merasa terhimpit cobaan, karena tak sadar bahwa jalan keluar ada di tangan Sang Pencipta. Kala kesesakan semakin berat terasa, dan semua lingkaran terbuka, ia akan melihat apa yang tak pernah terbayang olehnya.
ü      Kilatan pedang-pedang itu laksana bayangan bunga di kebun hijau, dan menebarkan bau wangi yang semerbak.
ü      Wahai malam yang menakutkan, tidakkah engkau kembali? Zamanmu akan diguyur dengan hujan dari langit.
ü      Yang lalu telah berlalu, dan harapan itu masih gaib dan engkau pasti punya waktu di mana engkau harus ada.
ü      Ini adalah takdir maka celalah aku atau tinggalkan. Semua takdir akan berjalan walau terhadap lubang jarum.  
ü      Betapa banyak jalan keluar yang datang setelah rasa putus asa dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesusahan. Siapa yang berbaik sangka pada Pemilik Arasy, dia akan memetik manisnya buah yang dipetik di tengah-tengah pohon berduri.
ü      Jika persoalan telah sangat sulit, tunggulah jalan keluarnya, sebab ia akan segera menemukan jalan keluarnya.
ü      Banyak mata yang tetap melek dan banyak pula yang tidur dalam masalah yang mungkin terjadi atau tidak akan terjadi. Tinggalkanlah kesedihan sedapat yang engkau lakukan, sebab jika engkau terus bersedih engkau akan berubah menjadi gila. Sesungguhnya Rabb yang telah mencukupimu sebelumnya Dia kan mencukupimu besok dan hari-hari mendatang.
ü      Biarkanlah takdir berjalan dengan tali kekangnya dan janganlah engkau tidur kecuali dengan hati yang bersih. Tak ada di antara kerdipan mata dan meleknya kecuali Allah kan mengubah dari kondisi ke kondisi lainnya.
ü      Siapa yang berbuat baik tidak akan sirna pahalanya dan tak akan sirna kebaikannya di sisi Allah dan manusia.
ü      Air, roti dan naungan konon adalah nikmat yang paling besar. Aku mengingkari nikmat Rabb-ku jika aku berkata itu sedikit saja.
ü      Curahkan hujan mutiara langit Sardib, dan luapkan sumur-sumur Takruratibra. Jika aku hidup maka aku tidak pernah kehabisan makan dan jika aku mati tak pernah kehabisan kuburan. Ambisiku adalah ambisi raja dan jiwaku adalah jiwa merdeka yang melihat kehinaan sebagai kekufuran. Jika aku tidak puas dengan makanan selama hidupku, maka kenapa aku datang menemui Zaid dan Umar.
ü      Aku berkata pada kalbuku saat di dera rasa takut yang mengejutkan, “Bergembiralah, sebab kebanyakan hal yang kau takuti adalah dusta.”
ü      Niscaya terhadap orang-orang mulia itu selalu ada yang mendengki dan tak kan kau jumpai orang-orang yang hina itu di dengki.
ü      Mereka selalu di dengki karena nikmat yang mereka miliki, padahal Allah tak akan mencabut apa yang mereka dengkikan itu.
ü      Mereka tetap dengki padaku meski aku telah mati, sungguh aneh diriku; kematianku pun mereka dengkikan.
ü      Aku mengeluh karena kezaliman pemfitnah, dan tidaklah engkau dapatkan manusia yang punya kemuliaan melainkan akan selalu diterpa kedengkian. Bila Engkau manusia yang mulia, maka engkau kan selalu didengki. Namun kala kau miskin tak berharga, mana mungkin ada yang mendengki.
ü      Jika seseorang berhasil menggapai puncak langit kemuliaan, maka musuhnya adalah bintang-bintang di langit kedengkian. Ia akan dilempar dengan busur-busur atas semua kebesarannya meski apa yang mereka lakukan tidak akan sampai sasaran.
ü      Aku berjumpa dengan orang bodoh yang mencelaku. Kutinggalkan ia seraya berkata, “Aku tidak peduli”
ü      Jika orang bodoh bicara, jangan kau timpali. Sebab sebaik-baik jawaban baginya adalah diam seribu bahasa.
ü      Jika kebaikan yang tampak pada perbuatanku adalah dosa-dosa, maka katakanlah kepadaku, bagaimana aku harus meminta maaf.
ü      Lakukan apa yang kau pandang benar, dan palingkan punggungmu dari semua kritikan yang tak berharga.
ü      Orang-orang akan sibuk menggunjingku manakala jatah roti mereka berkurang dari jatahku. Dan jika tak ada seseorang pun dari mereka yang kehausan, maka mereka tak akan pernah mengusik kematianku dan kematianmu.
ü      Semoga jalan keluar terbuka, semoga kita bisa mengobati jiwa kita dengan doa. Janganlah engkau berputus asa manakala kecemasan yang menggenggam jiwa menimpa. Saat paling dekat dengan jalan keluar adalah ketika telah terbentur pada putus asa
ü      Janganlah merasa mampu mengatur dirimu, sebab orang yang pandai mengatur pun dapat binasa. Terimalah kami jika kami memutuskan, sebab kami lebih berhak dari dirimu.
ü      Siapa senang mempedulikan perilaku orang, ia akan mati gelisah. Sedang orang yang gagah berani akan meraih kenikmatan.
ü      Barang siapa suka mempedulikan orang lain, ia akan gagal meraih bahagia, sedang orang yang gagah berani akan berhasil meraih kebaikan.
ü      Pada malam pertamaku di alam kubur terlupakan, istana-istana Khawarniq dan harta karun Anukisra.
ü      Kegundahan tak akan penuhi relung hatiku sebelum ia jadi kenyataan, dan kalaupun benar terjadi, aku takkan merasa gelisah sedikitpun.
ü      Jika engkau pemilik unta muda, jangan biarkan sahabatmu berjalan dibelakangnya tanpa kendaraan. Rendahkanlah kendaraanmu dan naikkan ia jika bisa terbawa. Itu baik adanya. Jika tidak, bergantianlah.
ü      Nyalakan api, sesungguhnya malam ini sangat dingin, jika ada tamu yang datang, engkau akan bebas merdeka.
ü      Jika selesai membuat makanan, carilah orang yang akan makan, sebab aku tidak akan sanggup memakannya seorang diri.
ü      Ketahuilah, sesungguhnya harta itu akan pergi dan sirna. Yang tersisa dari harta itu hanyalah pembicaraan dan kenangan. Ketahuilah, kekayaan itu tidak ada faedahnya bagi seseorang, yakni kala nafas di tenggorokan dan dada tak lagi mampu memuat.
ü      Kekayaan tak menambah kebanggaan atas kaum kerabat dan kami tidaklah merasa terhina dengan kefakiran.
ü      Walaupun aku jauh dari sahabatku, laksana bumi dan langit. Aku akan mengirimkan pertolonganku dan menghapuskan kesulitannya. Aku akan jawab seruan dan panggilan suaranya. Jika dia memakai pakaian yang indah maka aku tidak akan mengatakan, ‘Seandainya aku diberi pakaian yang baik dari yang ia pakai.’
ü      Kebaikan itu lebih abadi, walaupun itu dilakukan sekali, dan kejahatan adalah bekal terburuk yang engkau usahakan.
ü      Tamaklah menghimpun keutamaan, dan tekunlah. Abaikan celaan si pendengki. Ketahuilah bahwa umur itu adalah saat-saat kebaikan diterima dan setelah kematian kedengkian itu terputus dengan sendirinya.
ü      Al-Mutanabbi mengatakan, “Kenangan seseorang itu adalah umurnya yang kedua, dan keinginannya yang tak kesampaian. Selebihnya adalah kesibukannya.”
ü      Kematian adalah taman yang terjaga ketat. Seorang pengecut mati beberapa kali. Sedangkan, pemberani hanya mati sekali.
ü      Menjadi singa ketika berhadapan denganku, tapi dalam perang ia menjadi seekor burung yang tak berdaya, lari terbirit-birit hanya karena suitan saja. Tidakkah engkau keluar menantang Ghazalah yang sombong atau hatimu dengan dua sayapnya akan segera terbang.
ü      Pernah aku bilang pada jiwa, namun malah terbang menjadi bayangan pahlawan, celaka engkau, kenapa tidak memperhatikan. Jika kau mohon sehari saja diundurkan dari ketetapan ajal, tak akan dipenuhi. Bersabarlah menghadapi maut, bersabarlah. Toh tak seorang pun mampu menggapai keabadian. Pakaian kehidupan itu bukanlah pakaian kekuasaan. Karena bisa diambil dari seorang saudara yang menginginkan.
ü      Kapan aku harus lari dari dua hari kematianku, hari yang telah ditentukan ataukah hari yang tidak ditentukan. Pada hari yang tidak ditentukan aku tak takut, karena yang telah ditentukan itu tidak bisa diubah dengan kewaspadaan.
ü      Kami memberi minum mereka dan mereka memberi minum yang serupa, namun kami lebih sabar atas kematian daripada mereka.
ü      Engkau merangkak mencari mulia, dan orang-orang yang mencarinya berusaha sepenuh jiwa menempuh kelelahan. Mereka mengejar mulia hingga banyak yang jemu, yang akan menemukannya hanya yang sungguh-sungguh dan bersabar. Jangan mengira bahwa mulia adalah kurma yang akan kau makan, tak kan pernah kau dapatkan mulia sebelum pahitnya sabar.
ü      Mereka bilang padaku bahwa dalam dirimu ada kemurungan. Sebenarnya mereka melihat seorang yang menjauhi sikap yang rendah. Jika dikatakan, ada mata air, saya katakan saya telah melihatnya, namun jiwa merdeka tahan terhadap rasa haus. Saya tidak menunaikan hak ilmu jika setiap kali aku melihat sesuatu yang menggiurkan kujadikan dia tangga bagi diriku. Apakah aku akan melakukan itu kemudian aku memetik kehinaan? Itu sama dengan mengikuti kebodohan yang demikian pasti. Andaikata orang berilmu menjaganya dia pasti menjaga mereka. Andaikata mengagungkannya di dalam jiwa pasti mereka diagungkan. Namun mereka meremehkannya, maka hinalah mereka. Mereka mengotorinya dengan ketamakan hingga dia bermuka masam.
ü      Siapa menginginkan kemuliaan dan ketenangan dari kesedihan panjang melelahkan, ia harus menyendiri dan rela dengan yang sedikit saja. Bagaimana seseorang akan jadi bersih, jika ia hidup dari yang kotor. Antara fitnah, celaan para penipu dan bujukan kata manis orang-orang pandir. Di tengah-tengah para penghasut dan kekerdilan orang-orang kikir. Ah, menyesal aku harus mengenal orang, menyesal harus mengenal jalan hidupnya.
ü      Tak pernah kunikmati manisnya hidup hingga teman dudukku rumah dan buku. Tak ada yang lebih mulia daripada ilmu, karenanya aku mencarinya untuk teman akrab. Kehinaan itu ada karena pergaulan, tinggalkanlah mereka dan hiduplah dengan mulia.
ü      Aku diam dalam kesendirian dan tinggal dalam rumahku, ada rasa tentram, dan tumbuh berkembang kebahagiaanku. Kuputuskan hubunganku dengan sesama, dan aku tidak peduli apakah pasukan telah berangkat atau penglima telah menunggang kudanya.
ü      Pertemuan dengan manusia tak akan mendatangkan faedah apa-apa, kecuali hanya menambah pembicaraan yang tak tertata. Kurangilah intensitas bertemu dengan mereka, selain untuk menuntut ilmu atau melakukan kebaikan.
ü      Mereka berkata, bagaimana keadaanmu, kujawab. Baik. Satu kebutuhan terpenuhi dan yang lainnya tidak. Jika kesedihan telah menyesakkan dada. Saya katakan, semoga akan datang satu hari dengan bantuan. Temanku adalah kucingku, sahabat jiwaku adalah buku-buku sedangkan kekasihku adalah lentera malam.
ü      Seorang bocah yang tumbuh dihujani kebaikan oleh Allah, rona mukanya menampakkan segala kemuliaan. Tatkala melihat kemuliaan maka digantilah pakaiannya dan dia memakai selendang seluas pakaiannya. Seakan bintang Kartika menggantung di keningnya, di lehernya, ada bintang Syi’ra, dan di wajahnya ada bulan purnama.
ü      Zaman telah menghujaniku dengan bencana hingga hatiku tertutup dengan anak panah. Hancurlah pedang demi pedang. Hiduplah aku, dan aku tidak lagi peduli dengan semua musibah, sebab aku tidak mengambil apapun dari minatku.
ü      Zaman mengecamku, dan ia tidak tahu bahwa aku menjaga diri, dan bagiku peritiwa zaman tak membebani. Zaman memperlihatkan bagaimana melakukan ancamannya, begitu juga aku menampakkan kesabaranku bagaimana dia adanya.
ü      Kami singgah di tempat Qaisiyah Yamaniyah yang memiliki garis nasab dengan orang-orang salih pilihan. Dengan mengulurkan tabir di antara kita, ia berkata, mau kemana atau siapa kedua lelaki yang bersamamu itu. Saya katakan padanya: temanku ini berasal dari kaum Tamim, sedangkan keluarganya berasal dari Yaman. Dua sahabat yang jauh yang disatukan oleh zaman, kadang orang yang berbeda bisa menyatu akrab.
ü      Engkau tak harus membuka pintu untuk meminta, ketika orang tak mau memberi garam dan sepotong roti. Minumlah dari air sungai Eufrat, dan berikan untuk minum orang yang makan bubur. Bersendawalah mengikuti mereka, seakan engkau ikut berebut kue-kue mereka.
ü      Kapan dunia akan ceria membawa kebaikan untukmu, kalau kau tidak rela dengan pergaulan. Tidakkah kau lihat batu mutiara mahal, bukankah mutiara itu dikeluarkan dari lautan yang asin. Mungkin saja sesuatu yang menakutkan datang membawa kengerian, juga kegembiraan dan kesenangan. Mungkin juga keselamatan itu terjadi setelah adanya larangan, bisa saja kelurusan setelah kebengkokan.
ü      Seakan engkau dapatkan di dalam buku kata tidak, yang haram bagimu maka jangan menghalalkannya. Jika musim dingin tiba engkau adalah matahari. Jika musim panas tiba engkau adalah naungan. Engkau tidak tahu jika engkau menginfakkan harta, apakah engkau lebih banyak memberi atau lebih sedikit. Engkau akan diganjar oleh orang lain dengan segala kebaikan, karena engkau adalah pahlawan yang paling mulia. Dengan wajahmu kami mengambil penerangan, saat kami berjalan di malam-malam gulita. Namamu dalam pendengaran adalah sebaik-baik petunjuk yang disebutkan di semua tempat dan tak membosankan. Jiwa kami jadi tebusan atas segala goncangan, dan para jamaah haji menjadi tebusan saat membaca talbiah.
ü      Maka celaka, celaka dan kemudian celakalah bagi hakim bumi yang akan dia terima dari Hakim langit.
ü      Salam Buat Sang Fajar. Lihatlah hari ini. Sebab ia adalah kehidupan, kehidupan dari kehidupan. Dalam sekejap dia telah melahirkan berbagai hakikat dari wujudmu. Nikmat pertumbuhan. Pekerjaan yang indah. Indahnya kemenangan. Karena hari kemarin tak lebih dari sebuah mimpi. Dan esok hari hanyalah bayangan. Namun hari ini ketika anda hidup sempurna, telah membuat hari kemarin sebagai impian yang indah. Setiap hari esok adalah bayangan yang penuh harapan. Maka lihatlah hari ini. Inilah salam untuk sang fajar.
ü      Jika Allah memudahkan perkara maka mudahlah ia, kekuatannya akan meleleh dan kerumitannya akan hancur. Betapa banyak orang yang menginginkan sesuatu namun tak juga mendapatkannya, dan betapa banyak orang yang sudah putus asa namun kemudian datang kegembiraan. Sungguh banyak orang ketakutan menjadi menakutkan dan orang yang miskin menjadi kaya, banyak peristiwa yang pahit berubah manis. Mungkin dunia berubah di mana yang kaya berbalik menjadi fakir dan yang fakir menjadi kaya. Sungguh banyak kita lihat orang yang hidup sengsara namun tiba-tiba menjadi manusia yang bersih hidupnya.
ü      Jika engkau punya ide maka segera satukan tekad untuk melakukannya, sebab rusaknya ide itu karena keraguan semata.
ü      Orang berakal akan menderita dalam kenikmatan karena akalnya, sedangkan orang bodoh akan bahagia dalam kesusahan.
ü      Jika iman telah tiada maka tidak ada lagi rasa aman, dan tidak ada dunia bagi siapa saja yang tidak menghidupkan iman. Barangsiapa rela dengan kehidupan tanpa agama, dia telah menjadikan kehancurannya sebagai teman karibnya.
ü      Ya, Allah akan memberikan naungan kepada siapa yang merindukan, dan memberikan perlindungan kepada siapa yang menginginkannya.
ü      Katakan pada mata yang sakit, matahari punya banyak mata yang melihatnya dengan benar pada saat tenggelam dan terbit. Biarkanlah setiap mata yang Allah gelapkan sinarnya, tetap dengan pandangannya: tidak melihat dan tidak sadar.
ü      Aku ampuni kata-kata buruk orang mulia sebagai simpanannya. Dan aku berpaling dari cemoohan orang yang suka mencemooh karena sikap muliaku.
ü      Kadangkala Allah menganugerahkan nikmat dengan cobaan, walau sangat besar. Dan, telah menguji sebagian kaum dengan nikmat.
ü      Banyak kesulitan mengepung, lalu Allah menundukkannya. Tapi anda sangat tidak memperhatikannya.
ü      Jika seseorang tidak berusaha, padahal nasibnya telah mengharuskannya berusaha, dia telah menyia-nyiakan nasibnya itu, dan akan ditinggalkan. Namun orang yang bertekad baja tidak pernah menyerah pada ujian, akan selalu melihat masalah dengan mata terbuka. Dia adalah penembus zaman, yang selalu bergerak; jika ditutup satu pintu, dia akan menerobos pintu yang lain.
ü      Mari kita bercerita tentang sebuah kisah manusia, dan kita lalui umur ini dengan pesta malam yang manis. Tidaklah tidur itu mampu memanjangkan umur, dan tidak pula tidur malam akan memendekkan umur.
ü      Ketamakan mendekatkan kendaraan untuk orang yang sengsara. Ketamakan adalah kendaraan orang-orang yang menderita. Selamat datang kecukupan yang datang dengan tenang, dan setiap kelelahan akan mendapatkan kebaikan.
ü      Tatkala kulihat uban tampak pada bagian depan kepala dan pusaran kepala, kukatakan: Selamat datang wahai uban. Walaupun aku khawatir, jika kupenuhi salamku maka dia akan menyimpang dariku, dan sebenarnya aku juga ingin dia menyimpang. Namun, jika telah datang sebuah cobaan, jiwaku merasa lapang karena suatu hari nanti bencana akan hilang juga.
ü      Jika aku adalah seorang hamba, maka aku adalah tuan dalam derma. Atau jika aku berkulit hitam, tapi akhlakku berwarna putih.
ü      Jika Allah mencabut cahaya dari kedua mataku, maka dalam lisan dan pendengaranku masih ada cahaya. Kalbuku sangat cerdas, akalku tidak bengkok, dan dalam mulutku ada keteguhan laksana pedang yang tajam.
ü      Musuh-musuhku mencelaku, padahal aib ada pada mereka. Bukan sebuah kehinaan kalau harus disebut buta. Jika seseorang mampu melihat keperwiraan dan ketakwaan, maka butanya dua mata bukanlah kebutaan. Saya melihat dalam kebutaan ada pahala, simpanan dan penjagaan, dan aku sangat membutuhkan ketiganya.
ü      Selamat tinggal dunia, sudah tak ada lagi nasib baik bagi orang yang buta di dunia. Dia sebenarnya sudah mati, namun dianggap masih hidup. Harapan bohong itu akan meninggalkan prasangkanya. Dokter menjanjikan kesembuhan. Namun, antara yang satu dengan yang lain demikian dekatnya.
ü      Wahai orang yang mencela dan menghina orang lain, apakah kau lepas dari ujian dan cobaan? Atau kau punya janji kuat dari hari-hari? Engkau adalah orang bodoh dan tertipu.
ü      Mengapa sebuah musibah harus menghimpit dada. Padahal di sisi Allah telah tertulis jalan keluarnya.
ü      Semua makhluk penuh dengan tipuan. Dan, aku merasa merupakan bagian dari mereka. Maka, tinggalkanlah rincian-rincian umumnya.
ü      Tak akan ada kerisauan dalam jiwaku  jika ruh kami terhindar, walaupun harus kehilangan harta dan kekayaan. Harta bisa dicari, kemuliaan bisa dikembalikan. Jika jiwa telah dijaga oleh Allah dari kerusakan.
ü      Kami mengeluh pada teman-teman kami tentang malam nan panjang. Mereka berkata, “Alangkah pendeknya malam bagi kami.” Ini karena kantuk menggelayuti mata keyakinan mereka, sementara kantuk tak kunjung menghampiri kami.
ü      Apakah kau menangisi Layla? Padahal kau sendiri yang membunuhnya. Selamat wahai pembunuh berdarah dingin.
ü      Atas nama hidup, yang dibenci bukanlah yang kau hindari serta takuti, dan yang dicintai bukanlah yang kau hasratkan. Banyak ketakutan manusia yang tak nyata, lalu mengapa harus bersedih karena sesuatu yang tiada berguna?
ü      Jangan katakan ah, pada api. Jika kau katakan, ah, maka para pendosa akan bergirang dan air mata akan mengalir dengan deras.
ü      Hiburlah dirimu, maka dia akan gembira pada tempatnya. Apakah air mata mampu mengembalikan barang berharga yang telah lama hilang?
ü      Jiwa akan terus meminta jika selalu kau manjakan. Sebaliknya, jika dikembalikan pada yang sedikit, dia pasti akan puas juga.
ü      Bisa saja seseorang mendapat kemuliaan, walau dia memakai selendang lusuh dan kantong baju bertambal-tambal.
ü      Tak ada gunanya bagimu dunia yang ujungnya hanyalah ketakutan yang sangat kuat dan lubang yang paling kecil. Allah telah memberikan pahala terhadap apa yang kau minta.
ü      Jiwaku yang menguasai sesuatu telah pergi, maka bagaimana mungkin aku menangisi sesuatu jika dia telah pergi.
ü      Dan tentang raja-raja mereka, tanyakan kepada tanah, kepala-kepala yang pernah dihormati itu kini jadi tulang belaka.
ü      Apakah kau memiliki kabar tentang penduduk Andalusia? Telah lewat perbincangan tentang mereka bersama waktu.
ü      Jika kau tak dapat melakukan sesuatu maka tinggalkanlah. Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan.
ü      Jika kau ulangi selalu kisah perpisahan, hibur dirimu, pasti akan terhibur.
ü      Aku tak pernah melihat yang sama dengan kebaikan, rasanya manis dan bentuknya sangat menarik hati.
ü      Bacalah sejarah di dalamnya ada ibrah, suatu kaum akan sesat jika tak mengerti kabar mereka.
ü      Silakan kematian, membidikku semaumu, karena aku telah terlatih untuk berani.
ü      Kutunjukkan ketabahanku kepada orang-orang yang menghina, bahwa aku tidak pernah gusar terhadap kebimbangan zaman. Jika kematian telah menjulurkan kuku-kukunya, semua jimat yang kau pergunakan tak akan berguna.
ü      Aku telah memukul kuda, karenanya hingga cerai berai. Hingga tampak padaku warna hitam yang pekat. Pukulan seseorang yang membela saudaranya, namun dia tahu bahwa manusia tidak akan abadi. Aku rendahkan emosiku, karena aku tidak mengatakan padanya. Kau bohong dan aku tidak kikir atas apa yang ada di genggamanku.
ü      Biarkanlah hari-hari melakukan apa yang dia mau, dan relakan jiwamu jika qadha’ telah ditetapkan. Jika qadha’ telah turun, tak ada yang sanggup mencegahnya, tidak juga bumi dan langit.
ü      Berapa kali sesuatu yang kau benci datang mengunjungimu yang Allah turunkan namun kau tidak menyukainya? Berapa kali kita takut kepada kematian, namun ternyata kematian itu tak kunjung tiba?
ü      Tahun-tahun berlalu bersama kebahagiaan dan kesenangannya, karena terlalu singkatnya tahun-tahun itu seperti hitungan hari. Kemudian datang hari-hari susah, seakan-akan hari-hari itu tahun-tahun yang lama karena panjangnya. Kemudian masa-masa itu lenyap bersama dengan manusia, masa-masa itu dan manusia-manusia itu tak ubahnya mimpi
ü      Jika dibunuh maka darah mereka akan bergolak oleh kemuliaan. Dulu, salah satu jalan kematian mereka adalah terbunuh.
ü      Mereka datang dengan kepalamu, wahai anak puteri Muhammad. Dengan memakai selimut darah yang ada pada tubuhmu. Mereka bertakbir keras-keras karena engkau telah terbunuh, padahal mereka telah membunuh takbir dan tahlil dengan dirimu.
ü      Kokohkan tanganmu berpegang pada tali Allah karena ia adalah tiang saat tiang yang lain mengkhianatimu.
ü      Kumpulkanlah uangmu karena kemuliaan itu ada dalam harta, dan engkau bisa melakukan apa saja tanpa paman dan bibi.
ü      Tak pernah tanganku menadah kecuali pada Penciptanya. Tak pernah aku memohon dinar kepada Sang Maha Pencipta.
ü      Perkataan yang paling baik dariku untukmu adalah “ambillah” dan ucapan terburuk adalah “tidak” dan “semoga.”
ü      Kuharap engkau bersikap manis walaupun kehidupan demikian pahit. Kuharap engkau ridha walaupun orang lain murka. Jika cinta-Mu membara, maka semua yang lain adalah ringan dan semua yang ada di atas tanah itu adalah tanah.
ü      Jauhi maksiat! Maksiat adalah kesuraman, keliaran, dan kegelapan. Kulihat dosa-dosa mematikan hati dan mewariskan kehinaan jika dilakukan terus menerus.
ü      Wahai teman tempat tidur, kau terlalu banyak tidur. Sesungguhnya setelah kehidupan ini ada tidur yang panjang.
ü      Masalah kecil menjadi besar di mata orang yang kecil, dan masalah besar menjadi kecil di mata orang besar.
ü      Kutaati semua hasratku, tapi dia memperbudakku, kalau saja aku puas dengan yang ada, aku pasti menjadi orang merdeka.
ü      Seandainya tangan menjulurkan kehinaan kepadamu, akan tebaslah dengan mata pedang sebelum dia sampai.
ü      Jangan kau siksa aku karena aku telah tersiksa oleh kesedihan, yang membuatku tak bisa tidur di tengah malam gulita.
ü      Aku tak peduli apakah kambing hutan mencela dengan kesedihan, atau tukang cela menghardikku dari balik punggungku.
ü      Apa yang diinginkan para penyair itu dariku, di usiaku yang kini telah lewat empat puluh.
ü      Dalam bentangan angkasa yang aku membaca, banyak gambaran yang tidak aku baca dalam buku.
ü      Dalam segala sesuatu itu ada bukti yang menunjukkan bahwa Dia itu Maha Esa.
ü      Wahai pengeluh, yang mengeluh bukan karena sakit, bagaiman jadinya engkau bila engkau harus sakit. Tidakkah kau lihat duri di bunga mawar dan kau menutup mata, atau tetesan air di atasnya, tidakkah kau merindukannya? Orang yang jiwanya tidak indah tidak akan bisa melihat keindahan di alam semesta.
ü      Janganlah kau baringkan punggungmu kecuali dengan senang hati, selama ruh masih bersarang dalam badanmu. Tak ada kebahagiaan abadi dengan apa yang kau bahagiakan dan kesedihan tidak akan mengembalikan apa yang telah tiada.
ü      Mereka mengira merpati tidak membuat sarangnya dan laba-laba merajut rumahnya untuk sebaik-baik makhluk-Nya. Perlindungan Allah tak membutuhkan tameng-tameng pelindung, tidak pula benteng yang tinggi menjulang.
ü      Jika pertolongan Allah telah menatapkan matanya, tidurlah, karena semua akan aman adanya.
ü      Kau meninggal, dan baju perangmu digadaikan dengan gandum dan barang (gadaian)mu tetap tak tertebus hingga ajal menjelang. Dalam dirimu ada makna keyatiman yang menghiasi, dan engkau pun bergelar bapak orang-orang yatim.
ü      Beban berat karena kedudukan telah melemahkan kesabaranku. Wahai deritaku, semuanya karena interaksi dengan semua kerendahan.
ü      Biarkanlah dunia datang menemuimu dengan sendirinya, bukanlah ujung dunia adalah kebinasaan.
ü      Separuh manusia adalah musuh bagi orang yang memegang kendali kekuasaan jika dia adil.
ü      Saat mencintaimu, kami lupa semua yang berharga, kau bagi kami adalah yang paling berharga. Kami dicela karena mencintaimu, dan cukuplah kemuliaan saat kami dicela karena mencintaimu.
ü      Allah telah memberikan anugerah kepadamu maka keluarkanlah anugerah-Nya. Harta itu akan sirna dan umur akan berakhir pula. Harta itu laksana air, jika kau simpan akan bau, dan jika kau alirkan akan senantiasa segar. Demi Dzat Yang Mengetahui yang gaib, dan yang Menghidupkan tulang-belulang yang berantakan. Aku telah mengikat perutku, padahal aku sangat ingin pada makanan itu, khawatir suatu saat aku dipanggil  orang kikir.
ü      Jika membuat makanan, carilah orang yang ingin makan. Aku tidak mungkin makan sendiri.
ü      Perlihatkan kepadaku seorang dermawan yang mati sebelum waktunya agar hatiku tenang, atau seorang kikir yang kekal abadi.
ü      Orang yang berhasil menaklukkan jiwanya adalah orang yang telah menghidupkannya dan menjadikannya tenang, dia akan tidur dengan nyenyak. Toh, kalau pun angin itu berhembus semakin kencang, maka yang diterpanya tetap bagian pepohonan yang tertinggi, bukan?
ü      Pakaian riya’ menggambarkan apa yang dibaliknya jika memakainya, sebenarnya engkau sedang telanjang.
ü      Orang kafir itu bingung dan pikirannya adalah tempat yang membingungkan, sedangkan orang mukmin itu adalah makhluk di mana kebingungan tunduk kepadanya.
ü      Sungguh rumah yang diterpa angin lebih indah bagiku, daripada istana yang demikian megah. Lubang jarum ketika bersama teman-teman tercinta akan terasa seperti medan nan luas.
ü      Tak mengapa atas sebuah kaum dari panjang dan pendek jasad bighal dan mimpi-mimpi burung.
ü      Engkau, orang dungu, orang dungu, orang dungu, penampilanmu adalah manusia, tapi nilaimu gajah.
ü      Dalam hidupmu aku banyak mengambil pelajaran, sekarang kau lebih sadar dari saat masih hidup.
ü      Harta dan keluarga hanyalah titipan semata, pasti suatu hari dia akan dikembalikan jua. Jadilah orang yang berwajah ceria, sebab orang merdeka adalah lembaran-lembaran yang di atasnya bertuliskan keceriaan.
ü      Jika kau berteman dengan seorang teman yang memiliki rasa cinta, maka jadilah engkau seperti orang yang penuh kasih sayang. Janganlah menghitung semua kesalahan setiap orang, sebab kau akan tinggal sepanjang zaman tanpa teman.
ü      Ketahuilah, aku banyak ditimpa musibah (dari Allah), karena sebelumku telah banyak juga yang tertimpa.
ü      Aku tidak peduli ketika aku terbunuh sebagai muslim di mana saja kematianku tetap di jalan Allah.
ü      Jika seseorang tidak mendapat pertolongan Allah, maka yang akan mengendalikannya adalah upaya dirinya.
ü      Bagi yang sabar ada jaminan: hajatnya dikabulkan, dan bagi yang rajin mengetuk pintu, akan dibukakan.
ü      Ya Rabb-ku, pujiku, tidak ada yang pantas dipuji selain Engkau, wahai Dzat yang Berkuasa atas semua makhluk, mereka bergantung kepada-Mu...
ü      Lihatlah pohon itu, yang memiliki cabang-cabang hijau. Siapa yang menumbuhkannya dan menghiasinya dengan warna hijau itu? Tak lain adalah Allah, yang kekuasaan-Nya tak terjangkau.
ü      Sahabatku, demi Allah, tiada satu bencana akan terus menimpa seseorang, betapapun besarnya. Jika suatu hari dia datang, jangan tunduk kepadanya, dan jangan banyak mengeluh, sebab sandal saja bisa terpeleset. Banyak orang mulia ditimpa tapi dia sabar, dan musibah-musibah itupun akan menghilang dengan sendirinya. Hari-hari demikian bangga atas diriku, namun tatkala melihat kesabaranku dia pun layu.
ü      Dadaku menjadi sesak karena keresahan sebuah peritiwa, namun mungkin saja kesusahan itu akan menjadi kebaikan. Banyak hari yang diawali dengan kesuntukkan. Banyak hari yang diawali dengan kesuntukkan, dan pada akhirnya menjadi keindahan dan ketentraman. Tak pernah aku merasa sempit karena kesuntukkan kecuali akan datang sendiri jalan keluar unttukku
ü      Tak usahlah, hujan yang hanya turun di lingkunganku, tapi tidak menyebar di seluruh negeri.
ü      Demi Dzat yang hanya Dia yang mengetahui yang gaib, dan menghidupkan tulang-tulang putih yang telah berkeping-keping. Kuikat perutku, padahal makanan sangat menggoda hanya karena khawatir suatu hari nanti dikatakan kikir.
ü      Akan semakin luas dengan kontribusi yang diberikan, dan akan semakin sempit ketika merasa cukup.
ü      Orang yang berhati-hati akan berhasil mendapatkan keinginannya, sedangkan yang terburu-buru mungkin akan jatuh tergelincir.
ü      Di Syam ada keluargaku dan di Baghdad ada kesenanganku, aku berada di antara keduanya. Dan Fustat adalah tetanggaku.
ü      Tidakkah kau lihat bahwa karunia Rabb-mu tidak terhitung baik yang baru maupun yang lama? Tak usah suntuk, sebab tidak ada sesuatu yang selalu ada, dan kesuntukkanmu itu juga takkan abadi. Semoga Allah melihatmu setelah ini dengan pandangan yang penuh rahmat.
ü      Jiwaku yang punya sesuatu akan pergi, mengapa aku harus menangisi sesuatu yang harus pergi.
ü      Harta dan keluarga hanyalah barang titipan, dan suatu saat barang titipan itu akan dikembalikan.
ü      Demi hidupmu, kekayaan takkan memberi manfaat kepada seorang pun, ketika dada sudah tersengal dan sesak.
ü      Jika cinta orang yang mabuk asmara kepada Layla dan Salma, telah merampas hati dan pikiran. Lalu, apa yang dilakukan oleh orang yang kasmaran, yang di dalamnya mengalir rasa cinta kepada Yang Maha Tinggi?
ü      Ambillah semua dunia kalian, dan biarkanlah hatiku tetap bebas, merdeka, dan terasing. Karena sungguh, aku orang yang paling kaya meski kalian membiarkanku dalam kesendirian dan tidak punya.
ü      Mengapa kau bakar air mata yang telah mengering, yang membuat kecemasan selalu mengitari kalbu. Serahkan kepada Rabb Yang Maha Mulia. Dan setiap kali orang yang tak pernah bersedih mulai tidur, terbukalah pintu-pintu itu.
ü      Akulah yang menarik ujung kematian ini. Siapakah yang akan dituntut, ketika si korban sendiri yang terdakwa?
ü      Sebelum aku, orang mengeluh berat berpisah, dan ketakutan muncul pada yang mati dan yang hidup. Jika rusuk-rusukku menghimpun, maka aku tidak akan lagi mendengar dan tidak pula melihat.
ü      Jika kau liarkan matamu kepada semua mata, maka semua pemandangan akan membuatmu lelah. Kau lihat pemandangan, tapi tak seluruhnya mampu kau lihat dan kau tatap.
ü      Kupanggil gelarnya untuk menghormatinya dan aku tidak menggelarinya dengan gelar yang buruk.
ü      Jika kau melihat ular menyemburkan bisanya, tanyakanlah siapa yang kau incar dengan bisa itu. Tanyakan pula, bagaimana kau bisa hidup, wahai ular? Padahal, mulutmu selalu dipenuhi bisa mematikan.
ü      Jadilah engkau orang yang kakinya berada di tanah, namun cita-citanya menggantung di langit.
ü      Demi umurmu, bagaimana harus berlindung dari hambatan zaman, atau menjauhinya. Dia lihat sesuatu yang dihindarinya dan takut, padahal perlindungan Allah yang tak terlihat jauh lebih besar.
ü      Aku tak peduli jika jiwaku tunduk padamu untuk selamat, aku tak peduli dengan orang yang masih hidup dan yang telah mati.
ü      Menjulang dalam hidup dan saat meninggal, kau benar-benar menjadi satu mukjizat. Seakan orang-orang mengerumunimu, ketika para utusan itu berdiri memanggilmu pada hari-hari pertemuan. Kau laksana sedang berkhutbah di tengah mereka, dan mereka sedang berdiri untuk menunaikan shalat. Kau rentangkan tangan menyambut mereka, seperti merentangkan untuk memberi. Kala perut bumi menyempit, mereka akan menguburkan kemuliaan itu. Mereka condongkan cuaca sebagai kuburmu, dan kini yang ada adalah suara-suara tangisan. Ada tanah gundukan untukmu namun tak kukatakan, sebab kau adalah hujan lebat yang turun terus-menerus. Untukmu gelombang ucapan selamat dari Sang Maha Rahman, dengan pemberkatan hati-hati yang wangi. Karena kebesaran jiwamu kau selalu mendapatkan penjagaan dari para penjaga yang terpercaya. Di sekitarmu di nyalakan api pada malam hari seperti ini ada saat nafas masih di kandung hayat.
ü      Tampaklah rasa kesedihan munculkan rasa duka, tak ada maaf bagi yang tidak mengucurkan air mata. Sirnalah semua cita-cita setelah Muhammad, dan jadilah kepergian itu tertunda karena harus sibuk dengan hidangan. Kau kenakan pakaian kematian berwarna merah menyala, dan tidaklah malam datang menjelang, kecuali telah menjadi sutra halus yang hijau.
ü      Aku tak tahu apa yang menjadi keistimewaan tangannya, hingga dia ditebas dengan pedang. Dan kini dia berada di liang lahat nan sempit, padahal kala hidupnya semua tanah nan datar menyempit karenanya. Kubuat kau menangis sepanjang air mataku masih bisa menetes, dan cukuplah bagimu apa yang disembunyikan tulang rusuk. Setelah kepergianmu, aku tak ikut terkena musibah. Meski kecemasan yang dirasakan oleh orang yang ketakutan menggunung, dan tak turut bersuka ria meski kegembiraan yang dirasakan oleh orang yang gembira besar. Seakan tak ada orang hidup yang mati selain dirimu, sehingga ratapan kesedihan itu hanya tertuju kepadamu. Jika demikian besar elegi kesedihan itu dan kenangannya, maka pujian-pujian sebelumnya telah demikian besarnya.
ü      Jika kendaraan-kendaraan kami tidak mengunjungi tanah al-Khashib, maka tanah mana lagi yang pantas untuk dikunjungi? Tak ada kuda yang bisa melampauinya dan tidak bisa dilakukannya, namun kuda akan berjalan kemana dia akan berjalan. Dan orang membeli pujian dengan hartanya, dan tahu bahwa roda-roda akan senantiasa berputar.
ü      Jika hati telah diliputi rasa putus asa dan hati yang lapang telah menjadi sesak. Kala ujian dan cobaan telah menjalar, dan di dalam hati telah berdiam semua bencana. Engkau tahu harus kemana mengusir kesulitan dan tidak pula bermanfaat usaha orang-orang pintar. Saat itulah datang bantuan untuk putus asamu, dari Rabb Yang Maha Pemberi dan Maha Dekat. Semua peristiwa walaupun telah memuncak, akan bersambung dan akan ada jalan keluar dalam waktu dekat.
ü      Teladan-teladan itu bak bintang-bintang, bahkan lebih tinggi, laksana fajar saat mau menjelang.
ü      Tidak adakah kematian yang diperjualbelikan sehingga aku bisa membelinya, hidup ini tak lagi ada kebaikannya. Jika aku melihat kuburan dari jarak jauh, aku ingin menjadi penghuni selanjutnya. Tidak adakah orang yang kuasai jiwa yang merdeka, yang bersedekah dengan kematian untuk saudaranya?
ü      Mereka bersikap lembut kepadaku namun aku keras, mereka keras dengan kematian kubalas dengan lembut hingga aku merasa. Mereka menaikkanku dalam kendaraan, namun aku turun dan menaiki tekadku. Mereka turunkan aku, lalu aku naik kebenaran yang sama. Kuusir kematian di depanku lalu dia berpaling, dan aku lewati kematian sedang terkantuk-kantuk. Pasir-pasir telah menangisi kesendiriannya dan berkata, AbuDzar, jangan takut dan jangan putus asa. Kukatakan, tak takut, sebab keyakinanku masih sangat belia, aku takkan mati hingga aku diinjak. Aku telah berjanji kepada sahabat dan teman karib, dan aku belajar dari cita-citanya.
ü      Kebaikan itu jauh lebih lestari walaupun zaman telah berlalu lama, tapi dosa adalah sejelek-jelek bekal yang engkau simpan.
ü      Jika perbuatan orang itu buruk, maka buruk pulalah prasangkanya, dan yang biasanya dia anggap sebagai khayalan adalah benar.
ü      Orang yang kucintai bertanya saat aku mengunjunginya, siapa yang berdiri di depan pintu? Jawabku, aku. Katanya, kau salah kenalkan diri ketika kita dipisahkan di dalamnya. Setahun telah berlalu dan tatkala aku mendatanginya, kuketuk pintu dengan melemahkannya. Dia bertanya kepadaku, siapa engkau, Kujawab, kulihat hanya engkau di depan pintu. Dia berkata padaku, kau telah tepat kenalkan diri dan kau tahu makna cinta, masuklah.
ü      Umur itu adalah kesehatan dan kecukupan, jika keduanya tiada maka umur tidak lagi berharga.
ü      Masa muda, uban, kebutuhan dan kekayaan, semua ini adalah milik Allah, maka kenapa engkau masih ragu? Jika engkau pergi dengan tidak membawa ketakwaan dan berjumpa dengan orang-orang yang telah membekali diri, kau akan menyesal kenapa kau tidak menjadi seperti dia, dan jika engkau tidak siap maka dia telah siap.
ü      Banyak orang mencari kesenangan di sekeliling kita, mencampurkan khamer dengan air segar. Kemudian waktu mempermainkannya, dan begitulah waktu: berubah dari satu wajah ke wajah yang lain.
ü      Apa yang kuharapkan saat berusia dua puluhan, kudapatkan saat umurku lewat tujuh puluhan. Wanita-wanita cantik Turki mengelilingi diriku, laksana kijang di tengah-tengah pegunungan. Orang-orang berkata, keluhanku membuatmu tak nyenyak tidur. Semalam apa yang kau keluhkan? Kujawab, usia delapan puluhan.
ü      Kulihat orang-orang yang sengsara tidak bosan, walaupun mereka harus telanjang dan kelaparan. Walaupun kehidupan ini menggembirakan, namun tidak lebih dari mendung di musim panas yang akan segera berlalu.
ü      Mungkin saja cobaan yang menimpamu akan lebih baik ujungnya, dan bisa jagi tubuh menjagi sehat karena adanya penyakit.
ü      Jika mata perhatian mengawasimu maka tidurlah, sebab semua bencana aman semuanya.
ü      Katakan pada orang yang mengaku memiliki ilmu melimpah, kau tahu satu hal namun banyak hal yang tidak kau tahu.
ü      Kesusahan itu, tekanlah kuat-kuat, karena akan memberikan jalan keluar, malam telah menyeru sang fajar untuk terbit. Ada awan, namun akan segera lenyap.
ü      Tidaklah keindahan dunia itu akan abadi bagi pemiliknya dan tidak pula kesengsaraan dunia akan tidak sirna. Untuk ini dan untuk ini ada waktunya sendiri yang akan segera berakhir, pada pagi hari aku tidak akan menemukan mimpi.
ü      Wahai orang yang tertipu, kalau saja dirimu di hari kiamat, saat langit terguncang-guncang, orang yang tanpa dosa pun takut. Bagaimana dengan orang yang bertahun-tahun melakukan dosa?
ü      Semoga bencana yang masih aku alami sore ini menjadi penyelamat dan jalan keluar.
ü      Kebencian di dalam hati orang, telah kubuat meranum. Ia ingin mencelakaiku namun tak sampai.
ü      Kupamerkan keteguhanku kepada mereka yang bergembira atas deritaku, bahwa aku tidak pernah goyah dengan guncangan zaman.
ü      Setiap musibah telah memberikan kebaikan dan terasa ringan, kecuali kegembiraan musuh atas deritaku.
ü      Kini datang penghapus dosa dengan cepat, kuminta kepada Allah agar jangan dicabut lagi.
ü      Telah kubelanjakan uang dan tilam buat obatnya, kini sembuh, namun masih tersisa di tulang.
ü      Kata mereka, engkau dipenjarakan. Kujawab, toh tak membahayakanku, pedang yang akan diasah harus dicabut dari sarungnya.
ü      Kata mereka, engkau dipenjarakan. Dan aku jawab, itu ujian yang berat, namun itu akan menjauhkanku dari bidikan zaman.
ü      Aku terlambat. Kukejar kehidupan, tetapi yang kudapat adalah kehidupan yang tak seperti yang kukejar. Kematian tak perlu ditakuti karena pasti akan tiba. Namun tak banyak yang menyukainya, dan lari menghindarinya.
ü      Setelah kehidupan ini, aku tak punya kehidupan lagi dan selain aku tak punya kepala lagi.
ü      Namun kumohon ampunan kepada Yang Maha Penyayang, kuharap hunjaman mengerikan yang tidak meninggalkan jejak.
ü      Berjihadlah, wahai Jamil, dalam menghadapi peperangan, tapi jihad mana yang aku inginkan, selain itu.
ü      Pasti, malam akan tersibakkan dan simpul itu akan terurai yang takut mendaki gunung selamanya akan hidup di dalam kubangan.
ü      Itulah ketidakmampuan orang menghadapi bencana, jika ia mampu maka yang lain akan besar kepala, demikianlah hari-hari dan negeri dibinasakan.
ü      Bendera-bendera berkibar di atas kepala mereka dan bala tentara berbaris di sekeliling mereka. Seakan tidak ada yang bisa mendekatinya antara Hajun hingga Shafa, tidak ada teman ngobrol di Makkah.
ü      Orang yang lapar bertahun-tahun beragam warnanya, setiap zaman memiliki suka dan dukanya sendiri. Kehidupan ini tak kekal atas seseorang, tidak bertahan dalam keadaan yang sama.
ü      Sekarang, kita dan kendaraan kami merasa tenang. Yang diberi maupun yang memberi telah dikungkung. Katakan pada semua binatang tunggangan, telah aman dari perjalanan malam, dan gurun tandus itu telah terlipat. Katakan pada kematian, kau menang atas Ja’far tapi tidak setelah sebuah kegelapan. Katakan pada pemberian-pemberian karena kebaikan, istirahatlah, katakan pada bencana setiap hari, kau selalu baru. Tak ada lagi pedang Barmaki yang tersarung, kini ditebas oleh pedang Hasyimi yang terhunus. Ketika melihat Ja’far di tiang pemancungan, ar-Raqasyi mengatakan, Demi Allah, jika bukan karena rasa takut terhadap tukang fitnah, dan mata khalifah yang tidak tidur. Aku akan berkeliling di sekitar tiang gantungan, dan memeganginya seperti memegangi Hajar Aswad. Aku tidak pernah melihat sebelummu, anak Yahya seorang, pedang tajam yang menumpulkan pedang tajam. Kau berada dalam genggaman kenikmatan dan dunia ada di tanganmu, namun kini selamat tinggal tuk neger Barmaki.
ü      Kala kulihat pedang telah menghunjam ke tubuh Ja’far, seorang penyeru mengumumkan Yahya sebagai Khalifah. Ku tangisi dunia, dan kuyakini batas cakrawala terdekat adalah hari ketika orang meninggalkan dunia. Semua itu karena pemerintah yang selalu berganti, yang berjaya dengan kenikmatan dan berakhir dengan bencana. Jika seseorang ditempatkan pada kedudukan tinggi raja, maka setelah itu ia dijatuhkan ke tempat paling rendah.
ü      Yang dilindungi dari pedangnya dari kehinaan, cukuplah dengan menghindari semua keburukan.
ü      Perhatikan keadaanku dan keadaanmu sesekali tanpa pretensi, tak akan tampak bedanya. Setiap hari kesulitanku berlalu bersama kenikmatanmu, akan terus dihitung.
ü      Kami telah berusaha keluar dari dunia, namun masih saja sebagai penghuninya. Kami bukan orang mati dan bukan pula yang masih hidup. Ketika seorang sipir penjara masuk, kami kagum dan berkata, orang ini datang dari dunia. Kami gembira dengan mimpi-mimpi sehingga obrolan pagi pun adalah mimpi-mimpi. Jika pun mimpi itu baik, maka sudah sangat terlambat, dan jika pun buruk akan segera datang, walau tidak ditunggu.
ü      Ketika surat kehidupan telah dikirimkan lengkap dengan bencana zamannya, ia akan terkirim dengan cepat. Ketika yang dibawanya buruk, ia akan berjalan sehari semalam, dan jika baik dia berjalan empat hari lamanya.
ü      Dulu, kau selalu gembira dengan pesta-pesta, namun kini kau jalani pesta itu di Aghmat sebagai tawanan. Lihatlah anak-anakmu dengan kain lusuh kelaparan merintih mereka tak punya kain setipis kulit ari sekalipun. Mereka menemuimu dengan pasrah dan takluk, pandangan mata mereka kuyu tiada bersinar. Bersimpuh di atas tanah dan kakinya telanjang, seakan belum pernah menginjakkan misik dan kapur.
ü      Hiruplah wangi kedamaian yang telah aku lumuri dengan misik. Katakanlah sebagai majaz ketika tak kau dapatkan yang sebenarnya, engkau telah dianugerahi nikmat di masa dulu. Hujan telah membuatmu menangis, angin telah mengoyak kantongnya, dan kilat mengeluh atas namamu.
ü      Kita ibarat dua sahabat yang menyesal karena berjumpa sebentar, hingga dikatakan tak mungkin akan pernah berpisah. Hidup dalam kebaikan dan kita menerimanya, kematian telah menjemput rombongan Kisra beserta pengikutnya. Tatkala berpisah, serasa berpisah dengan seorang raja yang sudah lama bersama seperti tak pernah kita bermalam walau semalam.
ü      Zaman akan risau setelah pejaman mata dengan sebuah bekas, tapi mengapa harus menangisi bayangan dan gambar? Kularang engkau, kularang engkau. Tak segan kunasehatkan agar engkau tidur di tengah kuku-kuku singa, lalu kau harapkan kemenangan. Sungguh, jika telah menjadikan Amr sebagai tebusan, maka Ali dan siapa saja juga akan dijadikan tebusan.
ü      Jika keridhaanmu ada dalam terjagaku, kan kukatakan kepada kantukku, selamat tinggal.
ü      Jika ucapan orang yang mendengki kami membuatmu senang, maka tak ada luka yang terasa sakit jika engkau menerimanya.
ü      Saudaraku, siapa yang bisa mendapatkan segalanya dari saudara kalian, siapa? Sisakan sedikit dari dirimu agar engkau tidak bosan kepada yang tak kau beri.
ü      Orang yang punya akal sama tidak akan menipu rekannya, yakni orang yang memiliki segalanya dari saudaranya.
ü      Siapa orang yang bisa engkau terima semua sikap hidupnya? Cukuplah seseorang itu dikatakan mulia bila aibnya bisa dihitung.
ü      Tak pernah kautinggalkan orang yang tidak pernah kau cela karena rambutnya kusut. Memangnya ada orang bersopan santun dengan sempurna?
ü      Mereka adalah manusia dan dunia yang tak mungkin lepas dari kotoran, yang membosankan mata atau mengotori minuman. Tidak adil jika engkau menginginkan orang yang sangat sempurna, sementara engkau sendiri tidak sempurna.
ü      Hubungan kita abadi bersama guliran hari-hari, perpisahan kita hanyalah hujan dimusim semi. Hujan itu menakutkanmu, namun kau lihat sebab-sebabnya akan segera berlalu. Berlindunglah kepada Allah jika kau jumpai kemarahan, itu tak lain adalah cumbuan orang yang ditaati atas orang yang menaati.
ü      Kepada yang senang berjumpa dengan Allah, Allah akan lebih mencintainya, sebaliknya, yang tidak suka bertemu Allah, hendaknya memohon karunia, dan jangan hanya menggantungkan dirinya kepada-Nya.
ü      Kuharap ridha-Mu, walaupun semua manusia marah padaku, jika kau ridha itulah puncak harapanku,
ü      Engkau tidak mengulurkan tangan dengan kebaikan, kecuali menetapkan rezeki dan kematian.
ü      Semangat itu laksana matahari yang mengatakan cintanya, dan purnama yang mengukirkan huruf-huruf dalam cahayanya.
ü      Adalah kesungguhan hingga mata yang satu melampaui yang lain, dan hari yang satu menjadi pemimpin hari yang lain.
ü      Kami lihat wajah-wajah itu sepintas membuat jiwa berbinar, karena keindahan yang kami lihat.
ü      Kutanyakan pada malam adakah rahasia dalam dadamu, wahai yang menyembunyikan rahasia dan kabar? Dia menjawab, ya, takkan kubocorkan rahasia sepanjang hayatku. Kecuali kepada mereka yang datang menjelang fajar.
ü      Setiap pagi dan sore, kita pergi untuk kebutuhan kita, padahal kebutuhan orang hidup tidak pernah ada habisnya. Kebutuhan manusia itu akan mati bersamanya, dan masih ada kebutuhan lain yang belum terlaksana. Berulangnya pagi dan berlalunya sore menghantarkan yang kecil menjadi tua, dan yang tua ke ketiadaan. Jika malam telah beranjak tua, akan segera datang hari muda menggantikannya.
ü      Aku sembunyi dari zaman di bawah bayangan sayapnya, kedua mataku melihatnya tapi dia tidak melihatku. Jika kau tanyakan pada hari-hari tentang diriku, dia tidak tahu di mana tempatku, dan kau juga tidak tahu di mana tempatku.
ü      Mungkin jiwa-jiwa itu takut terhadap sesuatu, padahal dalam sesuatu itu terdapat jalan keluar seperti ikatan tali yang lepas.
ü      Kegembiraan demikian meluap dalam diriku hingga kegembiraanku itu membuatku menangis.
ü      Seekor merpati datang kepadamu menanggung rindu, melapor kepadamu dengan hati pilu. Siapa yang mengabarkan kepada pohon Warqa’ bahwa tempatmu terlarang? Dan, siapa yang mengabarkan bahwa engkau tempat berlindung untuk orang takut?
ü      Ikutilah orang-orang yang gembira dan berlindunglah kepada kesabaran niscaya akan bahagia. Yang menggelapkan hari-hari diujat tanpa alasan yang jelas. Kau baik kepada kami meski tak pernah dibalas terima kasih dan kau cegah kami dari dosa tapi mereka tak pernah merasa berdosa. Dalam pembuatannya, kebijaksanaan Allah adalah sebuah kemenangan dari keteguhan hati. Dari sempit ke luar, dan dari kesedihan ke arah kegembiraan.
ü      Para ahli pendidikan mengingatkan: batasi posisimu! Dalam perang itu ada pahlawan-pahlawan yang diciptakan untuknya dan bait-bait syair itu ada penyair dan penulisnya.
ü      Dia tak lain hanyalah waktu yang singkat dan setelah itu usai, orang yang berjalan bersyukur atas perjalanannya.
ü      Kita masih merindukan rumah itu, yang sudah ada di depan mata, bagaimana jika kita berjalan selama sebulan dengan sahabat kita?
ü      Manusia sebelum kita telah melalui apa yang kita lalui dan mengalami derita yang kita alami. Mungkin kau melakukan perbuatan baik pada malam harinya namun kemudian kau kotori kebaikanmu itu.
ü      Andai kau perintahkan kepadaku, injaklah bara, akan kukatakan, baiklah. Bara api itu untuk kedua matamu bak sebuah permata.
ü      Kupejamkan mataku terhadap semua kotoran, dan kukenakan pakaian sabar yang putih bersih. Kala masalah menghimpitku, aku berdoa kepada Allah, sejurus kemudian masalah itu pun terbuka. Jalan-jalan itu tersumbat, tapi dengan berdoa ia terbuka dengan sendirinya.
ü      Tidakkah kau lihat seutas tali yang karena lama mengikat pinggang bukit telah mengguratkan bekas.
ü      Satu gelas yang kuminum dengan lezat, yang satu lagi kupakai untuk obat.
ü      Siapa orangnya yang selamanya berbuat jahat dan siapa pula yang selamanya berbuat baik.
ü      Maha Suci Dzat Yang Maha Mengampuni walau kami berbuat salah, dan tetap mengampuni walau hamba selalu berlaku salah. Dia memberi kepada orang yang bersalah, keagungan-Nya tidak mencegah-Nya tuk memberi yang bersalah.
ü      Rasa takut yang mencekik itu kini berubah menjadi suka cita. Kegembiraan telah menghapus duka lama, tidaklah seseorang bersedih selamanya, pasti senyuman itu akan datang juga.
ü      Mungkin saja celaan itu berujung pujian, mungkin pula karena penyakit, fisik anda menjadi lebih sehat.
ü      Kau buat manusia bahagia namun kau sendiri merana, lalu kau buat manusia tertawa sementara kau sendiri menangis.
ü      Berapa banyak kita memohon kepada Allah saat bahaya menimpa, namun tatkala bencana itu hilang kita melupakan-Nya. Di lautan kita berdoa kepada-Nya agar kapal kita selamat, namun ketika sudah kembali ke darat kita durhaka kepada-Nya. Kita menaiki angkasa dengan aman dan santai, tidak jatuh karena yang menjaga adalah Allah. Semua ini adalah kebaikan dan bantuan Yang Maha Pencipta.
ü      Segala sesuatu sesuai dengan qadha dan qadar, dan kematian adalah sebaik-baik pelajaran.
ü      Umur seakan menyempit hanya menjadi hitungan jam, dan bumi menyempit menjadi hanya setapak.
ü      Dustakanlah nafsu jika kamu berbicara dengannya, sebab membenarkan nafsu hanya akan melambungkan angan.
ü      Berilah tabiatmu yang kalah itu dengan kesusahan karena itu berarti sebuah kesenangan, membuatnya lebih terkonsentrasi, dan kemudian obati dengan canda. Namun jika engkau memberikannya, berilah ia laksana engkau memasukkan garam ke dalam makanan.
ü      Dengan menjaga nafsu, akan ada di dalamnya, seperti bara api yang tetap dinyalakan di dalam mengkuk. Maka jangan kau padamkan dia dengan putus asa. Dan jangan pula kau ulur dengan angan yang memanjang. Berjanjilah kepadanya bahwa dalam kesulitan itu ada kemudahan, dan ingatkan pula bahwa kesulitan berada dalam kemudahan. Dihitung kebaikannya ini dan itu, dan dengan menggabungkan semuanya akan berguna sebagai obat mujarab.
ü      Kami ridha kepada-Mu, ya Allah, sebagai Rabb dan Pencipta, dan kepada Musthtafa terpilih, sebagai nur dan penunjuk jalan. Maka, ciptakan kehidupan yang sesuai dengan wahyu, atau kematian yang tidak membuat musuh gembira.
ü      Bukan harta, bukan hari-hari, bukan dunia, dan bukan pula harta simpanan dari mutiara maupun emas. Bukan kedudukan, bukan istana yang megah, dan bukan pula angan, semua barang yang ditumpuk-tumpuk ini tidak berharga. Tidak ada gunanya segala segala sesuatu yang dicintai , semua itu akan sirna. Dan, hanya Allah Yang Maha Memberi yang abadi.
ü      Wahai orang yang tidur nyenyak di awal malam, bencana bisa saja mengancam di dini pagi.
ü      Jika bersedih, panggillah jiwamu dengan harapan sebagai janji, karena kebaikan bagi jiwa adalah adanya janji. Jadikan harapanmu menjadi perisai atas serangan putus asamu, hingga waktu akan menghapus kesedihan itu. Tutuplah dirimu terhadap orang yang sering duduk bersamamu, karena mereka selalu iri dan mendengki. Tak usah khawatirkan akan terjadi sesuatu, sebab ini akan membuat orang yang hidup mati sebelum kematian itu sendiri. Kesedihan itu tidak akan abadi, seperti juga kesenangan tidak akan lestari. Kalau saja bukan karena hal yang mempengaruhi jiwa, pasti tak akan ada kehidupan yang lurus bagi orang yang terjaga.
ü      Jika punya pendapat, maka kuatkan tekadmu itu, karena pendapat itu akan hancur ketika kamu ragu.
ü      Buanglah kata “seandainya”, “kelak akan”, dan “bisa jadi”. Melajulah seperti pedang di tangan seorang pahlawan.
ü      Obat penawar bagi yang tidak disukai adalah segera melepaskannya.
ü      Jika mau, maka ia akan meletakkan matanya di antara dua keinginannya, dan mau tahu apa akibat yang mungkin terjadi.
ü      Kau ingin orang menjadi sopan tidak ada cela, tapi adakah kayu yang berbau semerbak yang tanpa asap? Siapa orang yang bisa mendapatkan kesempurnaan pada diri saudaranya? Ibnu Rumi mengatakan, diantata keanehan zaman adalah engkau menginginkan orang lain sopan tapi engkau sendiri bertindak tidak sopan.
ü      Wahai orang yang mengadu, apa penyakitmu? Bagaimana kau bisa berangkat jika kau berpenyakitan? Seburuk-buruk pendosa adalah jiwa yang berlindung sebelum berangkat, sebelum bertangkat. Kau lihat duri di pohon mawar, menghalangi mata untuk melihat bahwa di sana ada bunga yang indah. Dia adalah beban bagi kehidupan, bagi yang berfikir, kehidupan adalah beban yang berat. Jiwa yang tidak pernah melihat sesuatu sebagai keindahan, tak akan pernah tahu apa itu keindahan. Nikmatilah cuaca pagi selagi masih pagi, jangan takut pergi, sebab dia akan pergi dengan sendirinya. Jika di kepalamu ada kesedihan, maka potonglah dan jangan kau usik agar tidak memanjang. Burung-burung tahu apa kelemahannya, maka sungguh celaka jika kau masih tak mengerti juga. Apa pendapatmu, jika ladang milik orang dijadikan tempat canda, dan tidur siangnya.
ü      Wahai yang mengajarkan ilmu kepada orang lain, apakah ada ilmu dalam dirimu?
ü      Orang yang tidak bertakwa akan menyuruh orang lain bertakwa, seorang dokter yang harus mengobati ternyata tidak sehat.
ü      Dunia diciptakan penuh dengan ujian, dan kau menginginkannya bersih dari musibah dan ujian.
ü      Kami keliling dan keliling, kemudian semuanya yang kaya dan yang miskin teriak. Dalam lubang yang paling bawah adalah lubang dan yang paling atas adalah tanah nan datar.
ü      Betapa banyak kau mengeluh dan berkata tak punya apa-apa, padahal bumi, langit, dan bintang adalah milikmu. Ladang, bunga segar, bunga yang semerbak, burung bulbul yang bernyanyi riang. Air di sekitarmu memancar berdecak, dan matahari yang di atas kepalamu memandang geram penuh amarah.

Ibnu Jarir Ath-Thabari

Ibnu Jarir Ath-Thabari, Sosok Ahli Tafsir yang Disiplin Waktu


Ibnu-Jarir-Ath-Thabari-Sosok-Alhi-Tafsir-yang-Disiplin-Waktu
Al-Qadhi (hakim) Abu Bakar Ahmad bin Kamil asy-Syajari murid Ibnu Jarir sekaligus sahabatnya berkata, “Apabila telah selesai makan pagi Ibnu Jarir ath-Thabari tidur sebentar dengan pakaian berlengan pendek. Setelah bangun beliau mengerjakan shalat Zhuhur. Lalu menulis artikel hingga waktu Ashar tiba. Kemudian keluar untuk shalat Ashar. Selanjutnya, beliau duduk di majlis bersama orang-orang untuk mengajar sampai datang waktu Maghrib. Setelah itu mengajar fikih serta pelajaran-pelajaran lain sampai masuk shalat Isya’, baru beliau pulang ke rumah. Beliau pandai membagi waktu siang dan malamnya untuk kemaslahatan diri, agama dan sesama sebagaimana yang dikehendaki Allah Ta’ala.

Menurut al-Khatib al-Baghdadi, “Aku mendengar Samsami menuturkan bahwa Ibnu Jarir selama empat puluh tahun mampu menulis dalam setiap harinya sebanyak empat puluh halaman.”

Sementara itu menurut muridnya yang lain yakni al-Farghani menceritakan di dalam kitabnya yang terkenal dengan nama ash-Shilah, sebuah pengantar kitab mengenai Sejarah Ibnu Jarir, bahwa terdapat sekelompok murid Ibnu Jarir yang berusaha menghitung seberapa banyak karya yang dihasilkannya setiap hari. Sepanjang hidupnya beliau sibuk dengan tulis menulis dimulai sejak usia baligh sampai wafat yakni di usia 86 tahun. Kemudian mereka menghitung jumlah lembaran-lembaran itu. Dari penghitungan tersebut dapat diketahui bahwa pada setiap harinya beliau menulis kurang lebih 14 lembar. Jelas ini merupakan sebuah prestasi yang tidak mungkin diraih seorang manusia pun pada waktu itu kecuali berkat Inayah Allah semata.
Jika kita kalikan jumlah hari beliau menulis selama 72 tahun sedang setiap hari beliau menulis 14 lembar, maka jumlah karya Ibnu Jarir adalah 300.058 lembar.

Kisah Menyentuh Hati


Pengorbanan Ali bin Abi Thalib untuk Tamu
 


Dikisahkan bahwasanya di antara kebiasaan Hasan bin Ali bin Abi Thalib di Madinah adalah membuka lebar pintu rumahnya layaknya dapur umum. Seperti dapur umum, pagi, siang, malam rumah itu menghidangkan makanan untuk semua orang yang berdatangan.
Di zaman itu di Madinah belum ada tempat penginapan atau hotel. Tiap hari, Hasan menyembelih onta kecil untuk dihidangkan ke para peziarah Madinah atau orang-orang miskin pada umumnya.
Suatu hari, ada orang Arab Badui (dusun) yang datang dan makan dirumahnya. Sehabis makan, ia tidak langsung pulang, melainkan duduk dan membungkus beberapa makanan ke dalam tas. Melihat keanehan itu, Hasan datang menyapa.
“Kenapa kau mesti membungkusnya? Lebih baik kau datang makan tiap pagi, siang dan malam di sini. Biar makananmu lebih segar,” kata Hasan.
“Oh, ini bukan untukku pribadi. Tapi untuk orang tua yang kutemui di pinggir kota tadi. Orang itu duduk di pinggir kebun kurma dengan wajah lesuh dan memakan roti keras. Dia hanya membahasahi roti itu dengan sedikit air bergaram dan memakannya. Aku membungkus makanan ini untuknya, biar dia senang.,” jawab orang Badui.
Mendengar itu, Hasan kemudian menangis tersedu-sedu. Badui itu heran dan bertanya, “Kenapa Tuan menangis? Bukankah tak ada yang salah jika aku kasihan dengan lelaki miskin yang di pinggiran kota itu?”
Dijawab oleh Hasan, sembari tersedu, “Ketahuilah, saudaraku. Lelaki miskin yang kau jumpai itu, yang makan roti keras dengan sedikit air bergaram itu, dia adalah ayahku: Ali bin Abi Thalib. Kerja kerasnya di ladang kurma itulah yang membuatku bisa menjamu semua orang setiap hari di rumah ini.”

Mengenal Ulama



 
Kisah Imam Syafi’i Bersama Ibunya

Imam an-Nawawi pernah menceritakan bagaimana peran orangtua perempuan di belakang penguasaan Imam Syafi‘i terhadap fiqh. Ibu Imam Syafi’i adalah seorang wanita berkecerdasan tinggi tapi miskin. Namun bisa dikatakan kesetiaannya berada di belakang sang anak lah yang menjadikan Imam Syafi’i menjadi ilmuwan sejati hingga saat ini.

Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, meski hidup tanpa suami, sang ibu telah sukses menerjemahkan visi jangka panjang untuk membawa nama harum sang anak ke hadapan Allahu ta’ala. Sekalipun hidup dalam sebatang kara, hal itu tidak menghalangi sang ibu untuk menempatkan anaknya dalam kultur pendidikan agama yang terbaik di Mekkah.

Sang ibu sadar, ia tidak memiliki banyak uang, namun kecintaananya terhadap Allah dan buah hatinya, sang ibu meluluhkan hati sang guru untuk rela mengajar Imam Syafi’i meski tanpa bayaran.

Sekalipun hidup dalam kemiskinan, kecintaan Imam Syafi’i tak sama sekali membuatnya pantang menyerah dalam mencintai Islam dan menimba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam menulis Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi.

Hingga pada usia sebelum beranjak ke 15 tahun, Imam Syafi’i menceritakan hasratnya kepada sang ibu yang sangat dikasihinya tentang sebuah keinginan seorang anak untuk menambah ilmu diluar Mekkah. Mulanya sang bunda menolak. Berat baginya melepaskan Syafi’i, dalam sebuah kondisi dimana beliau berharap kelak Imam Syafi’i tetap berada bersamanya untuk menjaganya di hari tua.

Namun demi ketaatan dan kecintaan Syafi’i kepada Ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginannya itu. Meskipun demikian akhirnya sang ibunda mengizinkan Imam Syafi’i untuk memenuhi hajatnya untuk menambah Ilmu Pengetahuan ke luar kota.

Sebelum melepaskan Syafi’i berangkat, ibunda Imam Syafi’i menjatuhkan doa ditengah rasa haru orangtua kandung memiliki anak yang telah jatuh hati pada ilmu,

“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!”

Setelah usai berdo’a, sang ibu memeluk Syafi’i kecil dengan penuh kasih sayang bersama linangan air mata membanjiri jilbabnya. Ia sangat sedih betapa sang anak akan segera berpisah dengannya. Sambil mengelap air mata dari wajahnya, sang ibu berpesan,

“Pergilah anakku. Allah bersamamu. Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan!” Subhanallah

Selepas mendengar doa itu, Imam Syafi’i mencium tangan sang ibu dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya. Sambil meninggalkan wanita paling tegar dalam hidupnya itu, Imam Syafi’i melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan. Ia berharap ibundanya senantiasa mendo’akan untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu.

Imam Syafi’i tak sanggup menahan sedihnya, ia pergi dengan lelehan airmata membanjiri wajahnya. Wajah yang mengingatkan pada seorang ibu yang telah memolesnya menuju seorang bergelar ulama besar. Ya ulama besar yang akan dikenang sampai kiamat menjelang.

Itulah peran yang ditopang seorang ibu yang selalu memasrahkan buah hatinya kepada Allah berserta kekuatan tauhid yang menyala-nyala. Inilah karakter sejati seorang ibu yang telah menyerahkan jiwa raga anaknya hanya kepada ilmu. Menyerahkan segala aktivitasnya dalam rangka pengabdian kepada Allah. Dari mulai ia melahirkan, mengasuhnya tanpa suami, membesarkannya, hingga mengantar Syafi’i menjadi Imam Besar Umat Islam hingga kini.
mengenal lebih dekat
 Nama dan Nasab Imam Syafi'i
Beliau bernama Muhammad dengan kun-yah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.
Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi‘i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja.
Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kun-yah Ummu Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi‘i adalah seorang wanita yang tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.
Waktu dan Tempat Kelahirannya
Beliau dilahirkan pada tahun 150H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.
Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.
Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.
Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi‘i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.
Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.
Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu.
Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.
Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi.
Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan –satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.
Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.
Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah. Bahkan Imam Syafi‘i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.
Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi‘i berusaha memberikan penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.
Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi‘i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.
Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.
Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.
Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi‘i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh –yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.
Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi‘i kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.
Keteguhannya Membela Sunnah
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.
Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi‘i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab Imam Syafi‘i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu kalam.”
Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.
Wafatnya                                           
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.
Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi‘i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah ?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus”
Karangan-Karangannya
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.
Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Al-Quran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.